Rabu, 20 September 2017

Gembeng



Kata gembeng hampir sudah jarang di ungkapkan pada saat ini dimana kata gembeng yang berarti mudah menangis atau gampang meneteskan air mata, terutama yang sering terjadi pada anak anak kita, mereka lebih familiar dengan ucapan cengeng untuk mengartikan tersebut.

Gembeng sendiri adalah proses akhir dimana seseorang mengalami kedukaan dan kesedihan yang mendalam ataupun keharuan yang sangat tentang suatu peristiwa yang menggembirakan sekalipun,  dengan ditandai keluarnya air mata dan perubahan emosi seseorang, bisa karena kesakitan fisik maupun kesakitan hati dimana gembeng dengan kesakitan fisik lebih didominasi oleh anak anak, sedangkan gembeng dengan kesakitan hati umumnya terjadi pada usia remaja ataupun dewasa dan lebih khusus dengan genre perempuan.

Di sini sudah terjadi diskriminasi genre seolah olah gembeng hanya berlaku pada tiga jenis manusia, anak anak, remaja, dewasa dan harus perempuan, padahal istilah gembeng seharusnya ditujukan untuk semua jenis kelamin orang yang ada dimuka bumi ini, termasuk seorang laki laki baik itu anak anak sampai dewasa.

Tetapi yang terjadi adalah penolakan penolakan berupa nasihat, sindiran bahkan propaganda dimana seorang laki laki tidak boleh mengeluarkan air mata meski sakit baik itu fisik maupun hati, karena gembeng hanya berlaku buat para perempuan saja, dan meskipun tidak melalui proses keharuan ataupun kedukaan yang mendalam, seorang perempuan sah sah saja apabila mengeluarkan air mata sewaktu waktu, every time every where, ini tidak bisa berlaku kebalikan kepada laki laki.

Penolakan berupa nasihat ini juga terjadi pada saya, karena doktrin yang saya terima dari orang tua selalu begitu bahwa tidak pantas laki laki menangis sehingga ini berlaku ketika saya mempunyai anak laki laki, pesan itu saya teruskan kepada mereka apapun alasannya, dengan harapan nantinya anak laki laki saya akan menjadi seorang yang tegar dan survive dalam berbagai keadaaan yang dihadapinya, sedih atau bahagia.

Hal ini berlangsung lama dan semua berjalan normal dan disepakati, mau atau tidak mau oleh para lelaki.

Hingga sampai saat dimana gembeng sudah tidak seoriginal zaman kita yaitu zaman dimana semua pesan dan nasihat disampaikan secara langsung dan disertai contoh contoh yang ada, bisa berupa dongeng, sejarah kejadian nyata sampai kepada mitos dan semua itu kita bisa ingat dan jalankan dengan baik sampai sekarang.

Tetapi tidak berlaku untuk jenis “manusia tertentu” dimana semua bisa diwujudkan sesuai “pesanan”atau kebutuhan bahkan gembeng pun begitu, sekarang di era yang banyak penipuan ini gembeng adalah senjata paling ampuh untuk mengelabui sesama, dengan tidak melalui proses duka, sakit dan haru, air mata bisa dibuat berderai deras sekali, sehingga banyak empati lahir dari yang melihatnya apalagi yang melakukan aksi gembeng palsu ini seseorang yang populer dalam hal tertentu dan untuk tujuan tertentu, maka yang terjadi adalah berbondong bondong bantuan “moril dan spirituil ”untuk membela orang yang mempunyai kepentingan dibalik aksi gembeng palsunya.

Banyak hal terjadi melalui manipulasi aksi yang berkedok gembeng ini, terutama hal hal yang bersifat penipuan, menipu pak hakim dengan tangisnya ketika ditanya tentang korupsinya, menipu istrinya dengan air mata ketika ketahuan belangnya, menipu rakyatnya dengan kegembengannya ketika bencana yang disebabkan oleh kebijakannya tiba, dan Fenomena ini yang menyebabkan bahwa gembeng adalah perwujudan dari proses ungkapan yang alamiah dari perasaan yang sedih, sudah tidak relevan lagi dan gembeng sudah bisa di produksi secara masal dan komersil karena dari hasil meng”gembeng”kan diri ini banyak orang yang sukses tidak jadi terproses masalahnya, dan dari gembeng palsu ini banyak aksi simpati dari masyarakat luas sehingga banyak hal hal yang sudah “sepertinya salah” menjadi tidak salah. 

Lebih memprihatikan dengan remaja kita sekarang, apa yang kita nasihatkan kepada mereka, seperti orang tua kita nasihatkan dulu bahwa “jadi anak jangan gembeng jangan mudah menyerah jika hal hal yang menyakitkan mendera dirimu, tetapi gembeng lah untuk empati kepada sesama agar jiwamu tetap terjaga dari rasa derma dan suka menolong sesama yang lagi berduka”.

Yang terjadi luar biasa mereka over empati sedikit ada peristiwa menyedihkan, tidak perduli apakah berita ini benar atau hoax, mereka langsung sedih, menangis, meraung dan mengeluarkan air mata banyak banyak, tetapi di saat yang sama remaja kita ini langsung bisa tertawa terbahak bahak, semangat sampai guling guling ketika ada temannya yang membawa kabar “sedikit” gembira dan mereka sudah lupa baru saja mereka menangis untuk ikut berbela sungkawa kepada kesedihan temannya.

Ya .. sejak gembeng sudah ”Emoticon” nya, remaja kita jadi semakin jauh memaknai arti gembeng yang sebenarnya, dan akan semakin jarang kata kata ini diucapkan untuk nasihat nasihat pada generasi berikutnya, yang menakutkan adalah mereka sudah terbiasa untuk menyatakan empatinya lewat emoticon tidak perlu tegur sapa apalagi sampai bertemu muka, dan anaehnya bagi yang berduka dengan banyak emoticon gembeng yang dia terima, sudah sangat terharulah mereka dengan membalas emoticon serupa diiringi ketikan ucapan terima kasih yang tak terhingga .. PARAH ! 

Saya menulis ini hanya untuk mengingatkan kepada saya dan juga anda untuk mengembalikan lagi gembeng pada jalur yang sebenarnya bahwa gembeng itu harus melalui proses nyata yaitu melalui proses yang mengandung kedukaan dan empati yang mendalam atau juga pada tingkat keharuan yang luar bisa atas penghargaan kebanggaan dalam peristiwa kehidupan kita ataupun kehidupan sesama kita, sehingga air mata ini keluar melalui proses yang benar tanpa variabel rekayasa dan tidak sia sia.

Jangan sampai jempol remaja kita sudah biasa mengirim emoticon “gembeng”  kesedihan temannya sambil tertawa ...

Original by
Elwe
Lutfiwidyan.blogspot.com
ASU – Art of Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar