Kata gembeng hampir sudah jarang di ungkapkan pada saat ini
dimana kata gembeng yang berarti mudah menangis atau gampang meneteskan air
mata, terutama yang sering terjadi pada anak anak kita, mereka lebih familiar
dengan ucapan cengeng untuk mengartikan tersebut.
Gembeng sendiri adalah proses akhir dimana seseorang
mengalami kedukaan dan kesedihan yang mendalam ataupun keharuan yang sangat
tentang suatu peristiwa yang menggembirakan sekalipun, dengan ditandai keluarnya air mata dan
perubahan emosi seseorang, bisa karena kesakitan fisik maupun kesakitan hati
dimana gembeng dengan kesakitan fisik lebih didominasi oleh anak anak,
sedangkan gembeng dengan kesakitan hati umumnya terjadi pada usia remaja
ataupun dewasa dan lebih khusus dengan genre perempuan.
Di sini sudah terjadi diskriminasi genre seolah olah gembeng
hanya berlaku pada tiga jenis manusia, anak anak, remaja, dewasa dan harus perempuan,
padahal istilah gembeng seharusnya ditujukan untuk semua jenis kelamin orang
yang ada dimuka bumi ini, termasuk seorang laki laki baik itu anak anak sampai
dewasa.
Tetapi yang terjadi adalah penolakan penolakan berupa
nasihat, sindiran bahkan propaganda dimana seorang laki laki tidak boleh
mengeluarkan air mata meski sakit baik itu fisik maupun hati, karena gembeng
hanya berlaku buat para perempuan saja, dan meskipun tidak melalui proses
keharuan ataupun kedukaan yang mendalam, seorang perempuan sah sah saja apabila
mengeluarkan air mata sewaktu waktu, every time every where, ini tidak bisa
berlaku kebalikan kepada laki laki.
Penolakan berupa nasihat ini juga terjadi pada saya, karena
doktrin yang saya terima dari orang tua selalu begitu bahwa tidak pantas laki
laki menangis sehingga ini berlaku ketika saya mempunyai anak laki laki, pesan
itu saya teruskan kepada mereka apapun alasannya, dengan harapan nantinya anak
laki laki saya akan menjadi seorang yang tegar dan survive dalam berbagai
keadaaan yang dihadapinya, sedih atau bahagia.
Hal ini berlangsung lama dan semua berjalan normal dan
disepakati, mau atau tidak mau oleh para lelaki.
Hingga sampai saat dimana gembeng sudah tidak seoriginal
zaman kita yaitu zaman dimana semua pesan dan nasihat disampaikan secara
langsung dan disertai contoh contoh yang ada, bisa berupa dongeng, sejarah
kejadian nyata sampai kepada mitos dan semua itu kita bisa ingat dan jalankan dengan
baik sampai sekarang.
Tetapi tidak berlaku untuk jenis “manusia tertentu” dimana
semua bisa diwujudkan sesuai “pesanan”atau kebutuhan bahkan gembeng pun begitu,
sekarang di era yang banyak penipuan ini gembeng adalah senjata paling ampuh
untuk mengelabui sesama, dengan tidak melalui proses duka, sakit dan haru, air
mata bisa dibuat berderai deras sekali, sehingga banyak empati lahir dari yang
melihatnya apalagi yang melakukan aksi gembeng palsu ini seseorang yang populer
dalam hal tertentu dan untuk tujuan tertentu, maka yang terjadi adalah
berbondong bondong bantuan “moril dan spirituil ”untuk membela orang yang
mempunyai kepentingan dibalik aksi gembeng palsunya.
Banyak hal terjadi melalui manipulasi aksi yang berkedok
gembeng ini, terutama hal hal yang bersifat penipuan, menipu pak hakim dengan
tangisnya ketika ditanya tentang korupsinya, menipu istrinya dengan air mata
ketika ketahuan belangnya, menipu rakyatnya dengan kegembengannya ketika
bencana yang disebabkan oleh kebijakannya tiba, dan Fenomena ini yang
menyebabkan bahwa gembeng adalah perwujudan dari proses ungkapan yang alamiah
dari perasaan yang sedih, sudah tidak relevan lagi dan gembeng sudah bisa di
produksi secara masal dan komersil karena dari hasil meng”gembeng”kan diri ini
banyak orang yang sukses tidak jadi terproses masalahnya, dan dari gembeng palsu
ini banyak aksi simpati dari masyarakat luas sehingga banyak hal hal yang sudah
“sepertinya salah” menjadi tidak salah.
Lebih memprihatikan dengan remaja kita sekarang, apa yang
kita nasihatkan kepada mereka, seperti orang tua kita nasihatkan dulu bahwa “jadi
anak jangan gembeng jangan mudah menyerah jika hal hal yang menyakitkan mendera
dirimu, tetapi gembeng lah untuk empati kepada sesama agar jiwamu tetap terjaga
dari rasa derma dan suka menolong sesama yang lagi berduka”.
Yang terjadi luar biasa mereka over empati sedikit ada
peristiwa menyedihkan, tidak perduli apakah berita ini benar atau hoax, mereka
langsung sedih, menangis, meraung dan mengeluarkan air mata banyak banyak,
tetapi di saat yang sama remaja kita ini langsung bisa tertawa terbahak bahak,
semangat sampai guling guling ketika ada temannya yang membawa kabar “sedikit” gembira
dan mereka sudah lupa baru saja mereka menangis untuk ikut berbela sungkawa
kepada kesedihan temannya.
Ya .. sejak gembeng sudah ”Emoticon” nya, remaja kita jadi
semakin jauh memaknai arti gembeng yang sebenarnya, dan akan semakin jarang
kata kata ini diucapkan untuk nasihat nasihat pada generasi berikutnya, yang
menakutkan adalah mereka sudah terbiasa untuk menyatakan empatinya lewat
emoticon tidak perlu tegur sapa apalagi sampai bertemu muka, dan anaehnya bagi
yang berduka dengan banyak emoticon gembeng yang dia terima, sudah sangat
terharulah mereka dengan membalas emoticon serupa diiringi ketikan ucapan
terima kasih yang tak terhingga .. PARAH !
Saya menulis ini hanya untuk mengingatkan kepada saya dan
juga anda untuk mengembalikan lagi gembeng pada jalur yang sebenarnya bahwa
gembeng itu harus melalui proses nyata yaitu melalui proses yang mengandung
kedukaan dan empati yang mendalam atau juga pada tingkat keharuan yang luar
bisa atas penghargaan kebanggaan dalam peristiwa kehidupan kita ataupun
kehidupan sesama kita, sehingga air mata ini keluar melalui proses yang benar
tanpa variabel rekayasa dan tidak sia sia.
Jangan sampai jempol remaja kita sudah biasa mengirim
emoticon “gembeng” kesedihan temannya sambil
tertawa ...
Original by
Elwe
Lutfiwidyan.blogspot.com
ASU – Art of Surabaya